Tradisi Pengerupukan di Bali sudah ada sejak tahun 1980-an. Pengerupukan dilaksanakan satu hari sebelum Hari Raya Nyepi. Umat Hindu di Indonesia merayakan Hari Raya Nyepi satu kali setiap tahunnya. Terdapat beberapa prosesi sebelum puncak Hari Raya Nyepi, salah satunya adalah Pengerupukan.

Puncak perayaan Hari Raya Nyepi dirayakan dengan kesunyian selama 24 jam. Semua aktivitas dibatasi kecuali kegiatan rumah sakit. Tetapi sebelum Nyepi terdapat rangkaian kegiatan yang meriah, salah satunya adalah Pengerupukan. Lalu seperti apakah tradisi Pengerupukan? Berikut Pia Agung Bali merangkumnya untuk kamu.

tradisi pengerupukan
Sumber: baliportalnews.com

Baca juga: Hari Raya Nyepi: Mengenal Makna Perayaan Umat Hindu Bali

Apa yang dimaksud dengan Tradisi Pengerupukan?

Tradisi Pengerupukan bertujuan untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan sekitar seperti rumah dan pekarangan. Bhuta kala merupakan suatu bentuk manifestasi dari sifat-sifat buruk manusia seperti keserakahan, dengki, nafsu, dan unsur-unsur negatif lainnya.

Beberapa cara yang biasa dilakukan untuk mengusir Bhuta Kala seperti menebarkan nasi tawur, menyebarkan asap obor ke sekeliling rumah, menyemburi rumah dan pekarangannya dengan mesiu, dan memukul benda-benda supaya menghasilkan suara gaduh.

Umat Hindu di Indonesia mayoritas berada di provinsi Bali. Sehingga tradisi Pengerupukan di Bali berjalan lebih meriah dengan kehadiran ogoh-ogoh. Bhuta Kala digambarkan dengan ogoh-ogoh yang nantinya akan diarak mengelilingi lingkungan sekitar. Pada akhirnya ogoh-ogoh akan dibakar dengan tujuan menetralisir Bhuta Kala.

Bagaimana Rangkaian Pengerupukan?

Rangkaian tradisi Pengerupukan diawali dengan Upacara Tawur Agung Kesanga. Sementara itu, ogoh-ogoh mulai diarak pada sore hingga malam hari setelah melangsungkan Upacara Mecaru. Dilaksanakannya Pengerupukan ditandai dengan ogoh-ogoh yang sudah mulai diarak.

Ogoh-ogoh merupakan patung berukuran besar dengan bentuk-bentuk yang menyeramkan. Pengarakan ogoh-ogoh dilakukan dengan mengelilingi desa adat sambil diiringi dengan musik gamelan, obor, dan petasan-petasan dari masyarakat yang memeriahkan acara. Setelah ogoh-ogoh diarak, ogoh-ogoh akan dibakar sebagai simbol memusnahkan Bhuta Kala dari bumi.

tradisi pengerupukan
Sumber: info.smkratnawartha.sch.id

Baca juga: Ogoh-ogoh Bali: Memahami Makna dari Tradisi Unik pra-Nyepi

Tradisi Pengerupukan memiliki makna mengusir Bhuta Kala atau membuang sifat-sifat buruk manusia seperti keserakahan, dengki, nafsu, dan unsur-unsur negatif lainnya. Diharapkan setelah Pengerupukan, umat manusia menjadi pribadi yang lebih baik di hari-hari kedepannya.

Saat ini Pengerupukan sudah menjadi daya tarik bagi wisatawan nasional maupun internasional. Setiap tahunnya jalanan Bali akan sangat ramai di malam pawai ogoh-ogoh. Bukan hanya masyarakat Bali, tapi juga wisatawan dari mancanegara turut meramaikan sepanjang jalanan bali untuk menyaksikan langsung pawai ogoh-ogoh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

0
    0
    Keranjang Belanja Anda
    Keranjang anda kosongKembali Belanja